“A War You Cannot Win”, album terbaru band melodic metalcore asal Massachusetts, Amerika Serikat ALL THAT REMAINS dirilis pada 6 November 2012. Keseluruhan lagu di album keenam mereka ini bisa disimak melalui streaming di AOL Music.
“A War You Cannot Win” diproduseri oleh Adam Dutkiewicz yang juga dikenal sebagai gitaris Killswitch Engage. 12 lagu dijejalkan ke dalam album ini, sementara artworknya digarap oleh P.R Brown yang pernah menggarap artwork album Slipknot dan Korn. “A War You Cannot Win” dirilis via Razor & Tie/Prosthetic. Album baru ini merupakan titik puncak proses penulisan lagu ALL THAT REMAINS yang berlangsung selama 18 bulan saat mereka menjalani tur album mereka sebelumnya, “For We Are Many” yang dirilis pada 2010.
Beberapa lagu sudah sempat diluncurkan dari album baru yaitu “Down Through The Ages”, “Stand Up” dan “You Can’t Fill My Shadows”. Sebuah video lirik juga telah diluncurkan untuk lagu “Stand Up”.
ALL THAT REMAINS saat ini sedang menjalani tur Amerika Serikat dan Kanada bersama Dethklok, Machine Head dan The Black Dahlia Murder. Tur akan berlangsung hingga Desember 2012.
Album ini terdengar keren terutama dari sisi sound yang well balanced, thanks to the producer, Adam Dutkiewicz yang mengolah tata suara di album ini.
Lagu pertama “Down Through The Ages” dimulai dengan intro yang slow namun langsung ditimpa oleh beat yang energic, sangat bisa menjadi lagu andalan untuk dibawakan saat show. Lagu kedua “You Can’t Fill My Shadows” masih mengumbar nuansa yang sama dengan lagu pertama. Selanjutnya ada “Stand Up” yang terdengar “soft” dan melodic dengan menampilkan clean vocal Philip Labonte. Lagunya memang langsung nyantol di benak, tipikal radio friendly.
Lanjut ke dua track berikutnya.”A Call To Non Believers” dan ”Asking Too Much” menampilkan dua gaya vokal yaitu clean dan scream yang dilakukan secara simultan, mungkin untuk menambah efek kegarangan. Selanjutnya ada track yang berjudul “Intro”. Judulnya “Intro” tapi diletakkan di urutan keenam. Sebuah kompisisi pendek yang hanya berisi petikan gitar akustik yang sederhana yang kemudian dilanjutkan dengan “Just Moments In Time” yang menggebrak dengan tipikal yang mirip dengan 2 lagu sebelumnya. Dua gaya vokal yang dipadukan, serta hempasan ritem yang kadang diselipi gaya stacatto.
“What If I Was Nothing”, track berikutnya, punya gaya yang sedikit berbeda dengan komposisi yang lebih slow. Penggunaan sound akustik di lagu ini lumayan memberikan atmosfir yang berbeda dengan lagu – lagu sebelumnya. Solo gitarnya yang bernuansa blues juga cukup memberikan nilai tambah. Kenapa tak dijadikan single andalan? Mungkin karena lagu ini kurang garang sehingga tidak terlalu mewakili karakter ALL THAT REMAINS.
Lagu ke delapan “Sing For Liberty” membawa pendengar ke suasana yang sama sekali berbeda dibandingkan “What If I Was Nothing”. Garang dan berat. Mungkin ini adalah lagu di mana vokal Phil Labonte terdengar paling melengking dan sekaligus paling deep growl. Sementara track berikutnya “Not Fading” muncul dengan vokal yang melodic dan ritem yang catchy, sejenis dengan “Stand Up” namun dengan interlude yang berderak disertai solo gitar yang jernih. Track ke sebelas “Calculating Loneliness” adalah sebuah rangkaian instrumental akustik guitar yang agak lebih panjang dan lebih berkelas dibandingkan “Intro”.
Akhirnya dengan kembali menampilkan gaya dobel vokal dan chorus yang agak bernuansa anthem ALL THAT REMAINS menutup album terbarunya dengan title track “A War You Cannot Win”.
Secara keseluruhan, “A War You Cannot Win” mengumbar ritem - ritem yang berat yang dibalut nada – nada melodic yang muncul baik dari vokal maupun gitar. Tak bisa dikomentari lebih jauh, karena memang keseimbangan antara guttural groove and melodic heave vocal yang ditampilkan Phil Labonte dan permainan instrumen yang impresif memang menjadi signature dari ALL THAT REMAINS dalam beberapa album terakhir mereka.
Source
0 komentar:
Posting Komentar